Asma binti Abu Bakar (wafat 73 H.)
Wednesday, May 25, 2011
Seorang
sahabat wanita yang terkemuka dan termasuk orang yang memeluk Islam
dari sejak dini. Dalam peristiwa hijrah beliau menahankan berbagai
penderitaan dengan penuh kesabaran. Dia dijuluki dengan julukan
“Dzaatin Nithaqain” (Wanita yang memiliki dua sabuk). Dia sempat ikut
Perang Yarmuk dan mendapat cobaan. Asma adalah wanita yang fasih
berbahasa dan pandai melantunkan syair. Dialah ibu dari Abdullah bin
Zubair dia pulalah muhajirin yang terakhir meninggal dunia.
Asma’
binti Abu Bakar sudah memeluk Islam sejak masa-masa awal datangnya
Islam. Beliau adalah saudarinya ibunda Aisyah Rodhiallahu Anha. Suatu
waktu, ketika Rasullah dengan Abu Bakar Rodhiallahu Anhu telah
memerintah Zaid Rodhiallahu Anhu dan beberapa orang pegawainya untuk
mengambil kudanya dan keluarganya untuk dibawa ke Madinah.
Asma
Rodhiallahu Anha berhijrah dengan rombongan tersebut. Sesampainya di
Quba – dari rahim Asma Rodhiallahu Anha – lahirlah putra pertamanya
yakni Abdullah bin Zubair.
Dalam
sejarah Islam, itulah bayi pertama yang dilahirkan setelah hijrah. Pada
zaman itu banyak terjadi kesulitan, kesusahan, kemiskinan, dan
kelaparan. Tetapi pada zaman itu juga muncul kehebatan dan keberanian
yang tiada bandingannya. Dalam sebuah riwayat dari Bukhari diceritakan
bahwa Asma’ Rodhiallahu Anha sendiri pernah menceritakan tentang
keadaan hidupnya,
“Ketika
aku menikah dengan Zubair Rodhiallahu Anhu, ia tidak memiliki harta
sedikit pun, tidak memiliki tanah, tidak memiliki pembantu untuk
membantu pekerjaan, dan juga tidak memiliki sesuatu apa pun. Hanya ada
satu unta milikku yang biasa digunakan untuk membawa air, juga seekor
kuda. Dengan unta tersebut, kami dapat membawa rumput dan lain-lainnya.
Akulah yang menumbuk kurma untuk makanan hewan-hewan tersebut. Aku
sendirilah yang mengisi tempat air sampai penuh. Apabila embernya
peceh, aku sendirilah yang memperbaikinya. Pekerjaan merawat kuda,
seperti mencarikan rumput dan memberinya makan, juga aku sendiri yang
melakukannya. Semua pekerjaan yang paling sulit bagiku adalah memberi
makan kuda. Aku kurang pandai membuat roti. Untuk membuat roti,
biasanya aku hanya mencampurkan gandum dengan air, kemudian kubawa
kepada wanita tetangga, yaitu seorang wanita Anshar, agar ia
memasakkannya. Ia adalah seorang wanita yang ikhlas. Dialah yang
memasakkan roti untukku.
Ketika
Rasulullah sampai di Madinah, maka Zubair Rodhiallahu Anhu telah diberi
hadiah oleh Rasulullah berupa sebidang tanah, seluas kurang lebih 2 mil
(jauhnya dari kota). Lalu, kebun itu kami tanami pohon-pohon kurma.
Suatu ketika, aku sedang berjalan sambil membawa kurma di atas kepalaku
yang aku ambil dari kebun tersebut. Di tengah jalan aku bertemu
Rasulullah dan beberapa sahabat Anshar lainnya yang sedang menunggang
unta. Setelah Rasulullah melihatku, beliau pun menghentikan untanya.
Kemudian beliau mengisyaratkan agar aku naik ke atas unta beliau. Aku
merasa sangat malu dengan laki-laki lainnya. Demikian pula aku khawatir
terhadap Zubair Rodhiallahu Anhu yang sangat pencemburu. Aku khawatir
ia akan marah. Memahami perasaanku, Rasulullah membiarkanku dan
meninggalkanku. Lalu segera aku pulang ke rumah.
Setibanya
di rumah, aku menceritakan peristiwa tersebut kepada Zubair Rodhiallahu
Anhu tentang perasaanku yang sangat malu dan kekhawatiranku
jangan-jangan Zubair Rodhiallahu Anhu merasa cemburu sehingga
menyebabkannya menjadi marah. Zubair Rodhiallahu Anhu berkata, “Demi
Allah aku lebih cemburu kepadamu yang selalu membawa isi-isi kurma di
atas kepalamu sementara aku tidak dapat membantumu.””
Setelah
itu Abu Bakar, ayah Asma’ Rodhiallahu Anha, memberikan seorang hamba
sahaya kepada Asma’. Dengan adanya pembantu di rumahnya, maka pekerjaan
rumah tangga dapat diselesaikan dengan ringan, seolah-olah aku telah
terbebas dari penjara.
Ketika
Abu Bakar Ash-Shiddiq Rodhiallahu Anhu berhijrah, sedikit pun tidak
terpikirkan olehnya untuk meninggalkan sesuatu untuk keluarganya. Ia
berhijrah bersama-sama Rasulullah. Untuk keperluan itu, seluruh
kekayaan yang ia miliki, sejumlah lebih kurang 5 atau 6 dirham dibawa
serta dalam perjalanan tersebut. Setelah kepergiannya, ayah Abu Bakar
Rodhiallahu Anhu yakni Abu Qahafah yang buta penglihatannya dan sampai
saat itu belum masuk Islam mendatangi cucunya, Asma Rodhiallahu Anha
dan Aisyah Rodhiallahu Anha agar mereka tidak bersedih karena telah
ditinggal oleh ayahnya. Ia berkata kepada mereka, “Aku telah menduga
bahwa Abu Bakar Rodhiallahu Anhu telah menyebabkan kalian susah.
Tentunya seluruh hartanya telah dibawa serta olehnya. Sungguh ia telah
semakin banyak membebani kalian.”
Menanggapi
perkataan kakeknya, Asma Rodhiallahu Anha berkata, “Tidak, tidak wahai
kakek. Ayah juga meninggalkan hartanya untuk kami.” Sambil berkata
demikian ia mengumpulkan kerikil-kerikil kecil kemudian diletakkannya
di tempat Abu Bakar biasa menyimpan uang dirhamnya, lalu ditaruh di
atas selembar kain. Kemudian dipegangnya tangan kakeknya untuk
merabanya. Kakeknya mengira bahwa kerikil yang telah dirabanya itu
adalah uang. Akhirnya kakeknya berkata, “Ayahmu memang telah berbuat
baik. Kalian telah ditinggalkan dalam keadaan yang baik.” Sesudah itu,
Asma Rodhiallahu Anha berkata, “Demi Allah, sesungguhnya ayahku tidak
meninggalkan harta sedikit pun. Aku berbuat demikian semata-mata untuk
menenangkan hati kakek, supaya kakek tidak bersedih hati.”
Asma’
Rodhiallahu Anha memiliki sifat yang sangat dermawan. Pada mulanya,
apabila ia akan mengeluarkan harta di jalan Allah ia akan menghitungnya
dan menimbangnya. Akan tetapi, setelah Rasulullah bersabda, “Janganlah
kalian menyimpan-nyimpan atau menghitung-hitung (harta yang akan
diinfakkan). Apabila mampu, belanjakanlah sebanyak mungkin.”
Akhirnya
setelah mendengar nasihat ini, Asma Rodhiallahu Anha semakin banyak
menyumbangkan hartanya. Ia juga selalu menasehati anak-anak dan
perempuan-perempuan yang ada di rumahnya, “Hendaklah kalian selalu
meningkatkan diri dalam membelanjakan harta di jalan Allah, jangan
menunggu-nunggu kelebihan harta kita dari keperluan-keperluan kita
(yaitu jika ada sisa harta setelah dibelanjakan untuk keperluan membeli
barang-barang, barulah sisa tersebut disedekahkan.) Jangan kalian
berpikir tentang sisanya. Jika kalian selalu menunggu sisanya,
sedangkan keperluan kalian bertambah banyak, maka itu tidak akan
mencukupi keperluan kalian sehingga kita tidak memiliki kesempatan
untuk membelanjakannya di jalan Allah. Jika keperluan itu disumbangkan
di jalan Allah, maka kalian tidak akan mengalami kerugian selamanya.”.
0 comments
makasih ya udah baca :)
tambah makasih kalo mau kasih comment dibawah ini ^____^