tentang aku untuk IMSS 2012

Monday, September 03, 2012


Bismillahirrahmanirrahiim..

Gedung Sertifikasi guru, 23 April 2012

“Dan mahasiswa berprestasi Universitas Negeri Jakarta 2012 adalah......” kata seorang Bapak berkaca mata yang kini tengah berdiri di depan hadirin.
Suasana hening. Ku pejamkan mataku sambil memeluk punggung Deandra, sahabatku dari Fakultas Ilmu Keolahragaan dengan jantung berdegup tak karuan.

“Nomor urut 7 dari Fakultas Ekonomi....”

Seketika air mataku tumpah. Ku tangisi kemenangan yang baru saja kudengar dengan kedua telingaku. Ku panjatkan tahmid dan takbir dalam hatiku berkali-kali. Kupeluk, kupeluk dengan erat Deandra yang duduk di depanku dengan penuh haru. Kudengar gemuruh tepuk tangan dan sahut-sahutan suara memanggil namaku. Tubuhku lemas. Tak mampu ku berkata-kata mendengar pengumuman yang baru saja disampaikan oleh Pembantu rektor 3 kampusku. Aku gemetar.

Sampai akhirnya tangan kepala bagian kemahasiswaan FE menggamit lenganku, menyadarkan aku dari tangisku. Aku berdiri sambil terisak, mawapres 1 tahun sebelumnya datang menghampiri dan memelukku sambil mengucapkan selamat di telingaku. Lalu, mawapres 3 menyusul memelukku. Aku menangis. Menangis haru.

“Selamat ya de, kakak senang kamu menang, tahun lalu kakak hanya bisa diurutan ketiga, semoga Allah memberkahimu.” bisik Ka Gita, mawapres 3 UNJ 2011 yang berkerudung panjang sepertiku.

Kupandangi sekeliling, kusapu air mata yang mengalir dipipiku, innalillahi... Engkau memilihku Ya Robb... Engkau berikan amanah ini kepadaku. 

Aku mendesah pelan.

Sekali lagi kupandangi saudari-saudariku yang berdiri sambil bertepuk tangan riuh rendah. Mata mereka basah dengan air mata namun mulut mereka mengulas senyum lebar kepadaku.

Alhamdulillah.....

Selepas acara, satu per satu saudari-saudariku menghampiri dan mengucapkan selamat kepadaku. Kupeluk mereka satu persatu. Ku hapus air mata yang mengalir di wajah ayu mereka. Kupandangi seisi ruangan pemilihan mahasiswa berprestasi yang didominasi oleh muslimah-muslimah berkerudung. Dan akupun tersenyum hangat.

“Semoga ini satu dari sekian banyak kemenangan dakwahMu Ya Robb” panjatku dalam hati.

Matahari sudah bergeser ke arah barat, aktivitas mahasiswa berangsur surut dan tenang. Aku bersama 6 orang saudara baruku dalam pemilihan mahasiswa berprestasi berkumpul sambil menikmati nikmatnya kopi di coffee mobile. Tepat dibelakang kami spanduk besar berukuran kurang lebih 4x3 meter terpampang jelas memuat foto-foto kami. Spanduk acara yang baru saja digelar dan memastikan aku keluar sebagai juaranya. Ku pandangi lagi satu per satu wajah yang ada dispanduk itu. Sampai pada foto seorang akhwat berkerudung putih di sudut paling kanan. Satu-satunya perempuan yang berkerudung paling panjang diantara yang lain. Perempuan itu tersenyum. Entah kenapa, melihat foto itu, akupun refleks tersenyum.

“Itu aku. Ya Allah, biasanya aku yang membuat design spanduk untuk pemilihan raya teman-temanku, dan sekarang, justru wajahku yang ada dispanduk. Sejujurnya aku malu Ya Allah, wajahku jadi dilihat semua orang deh...” bisikku dalam hati.

Sambil diskusi ringan dengan saudara-saudariku yang baru, ditemani segelas milkshake cokelat. Pikiranku melayang menerobos memori masa lalu yang telah ku alami. Masih jelas dalam ingatan bagaimana sesosok perempuan yang tak pernah berani bermimpi bisa mengenyam pendidikan tinggi namun sekarang  justru bisa menjadi yang terdepan dalam berprestasi di kampus. Seorang kakak dari 6 orang adik dengan ekonomi pas-pasan yang tidak pernah berharap bisa kuliah, sekarang bisa memenangkan prestasi yang bergengsi di bangku perkuliahan. Dan sekali lagi, kuhela nafasku perlahan sambil bertahmid.

*******

BAAK, April 2009......

Pagi itu, dengan ditemani ayah, aku mengurusi berkas-berkas pendaftaran ulang mahasiswa baru jalur PMDK di satu-satunya universitas negeri di Jakarta. Karena ini merupakan jalur masuk pertama dari sekian banyak  jalur masuk perguruan tinggi, suasana euforia mahasiswa baru tidak begitu kontras terlihat. Awalnya aku sudah resmi akan mengenakan jaket kuning jika saja dua hari yang lalu, ku bayarkan uang pendaftaran ulangnya di kampus tersebut karena aku lolos jalur prestasi. Tapi, sesaat sebelum membayar biaya masuk, pihak sekolah menghubungiku dan mengatakan aku diterima jalur PMDK di S1 UNJ. Dan setelah itu akupun bimbang. Berbekal istikharah pada malam berikutnya. Hatiku mantap memutar haluan untuk masuk ke kampus pendidikan dengan satu pertimbangan tambahan, biaya kuliahnya mudah kujangkau.

Kupandangi sekeliling, ku lihat kakak-kakak yang lalu lalang menyambut tiap calon mahasiswa baru yang datang dengan ramah. Kerudung mereka tertutup almamater hijau. Tapi aku tahu, kerudung mereka panjang menutupi dada.

“Ayah, disini mahasiswanya pada pake jilbab lebar ya?” tanyaku pada Ayah yang duduk disampingku.
“Kenapa? Vina mau pakai kerudung juga?”ayahku malah bertanya balik.
Aku menunduk diam. Kupandangi celana jeans ketat abu-abu dan kaos hitam lengan pendek yang kini ku kenakan.
“Apa bisa aku pakai kerudung? Perilakunya aja masih nakal” ucapku dalam hati.
“Nanti, kalo mau pakai kerudung, ayah beliin deh kerudungnya” rayu ayahku.
“Kita lihat nanti” jawabku sekenanya.

******
Kira-kira 4 bulan berikutnya bertepatan dengan bulan suci Ramadhan, Masa Pengenalan Akademikpun tiba. Dengan seragam putih hitam dan kerudung putih, ratusan mahasiswa dibariskan di depan gedung 3 lantai tempat berlangsungnya acara. Bayang-bayang perploncoan yang ku lihat dibeberapa sinetron remaja di televisi sudah bergelayut dipikiranku. Tapi saat kegiatan MPA berlangsung, tenyata perkiraanku meleset jauh. Kegiatan-kegiatan ”bullying” dan tindak tanduk senioritas yang sudah lebih dahulu membangun persepsiku ternyata tidak ada yang ku alami sedikitpun. Nyatanya justru sebaliknya. Sangat bersahabat.

Di hari ke dua Masa Pengenalan Akademik, kami disuguhkan sebuah wisata rohani berupa ESQ. Di sebuah aula besar pasca sarjana, aku duduk di lantai bersama ratusan mahasiswa yang lain. Dengan keadaan gelap dan alunan musik ala muhasabbah, kami menundukkan kepala. Aku yang berada di barisan paling belakang, mencoba memasang telingaku baik-baik. Kucoba fokuskan pikiranku dan berupaya agar bisa berkonsentrasi penuh saat ESQ berlangsung.

Tak disangka, 3 jam kemudian, mataku sudah basah air mata. Hidungku sudah sulit untuk menghirup udara. Mataku sembab. Hatiku bergejolak tak karuan. Keinginan untuk taubat benar-benar menggila di pikiranku.

Aku takut mati! Aku takut mati!

Aku takut ketika usiaku sudah tak tersisa, aku masih dalam keadaan penuh dosa. Aku takut ketika aku menutup mata, diri ini masih dalam lingkaran maksiat. Aku takut kalau aku meninggal nanti, kewajibanku untuk menutup aurat belum sempat ku penuhi, hingga akhirnya aku tak bisa mencium wanginya surga sedikitpun.

Aku takut mati!

******

September, 2009

Kupandangi wajahku di cermin, rambutku tak terlihat lagi. Sebuah kerudung cokelat yang kubeli saat hari raya Idul Fitri, kusematkan di kepalaku. Hari ini hari pertama masuk kuliah setelah libur Ramadhan, dan sejak muhasabah itu, ku niatkan dalam hati, bahwa aku tak ingin menyianyiakan hidupku percuma. Aku ingin berhijab.

Teringat pembicaraanku dalam sebuah lingkaran dengan kakak mentor disela-sela istirahat kami saat bulan Ramadhan.
“Ka, kalau aku belum pakai kerudung terus aku mati, aku dosa ga?” tanyaku pada kakak mentor baruku. Selama 18 tahun, baru kali pertama aku punya kakak mentor.
“Memangnya kenapa ?” tanyanya.
Aku menunduk. “Ka... aku takut umurku pendek ka, dosaku banyak banget, aku takut masuk neraka” jelasku sambil terisak dalam hati.

Kakak mentorku menatapku dan tersenyum simpul.

Setelah mendengar penjelasannya tentang urgensi berhijab bagi muslimah. Aku pun memantapkan hatiku untuk berhijab selepas Ramadhan.

Tetapi ternyata, meskipun aku sudah berhijab, perasaan bersalah ini tak mau hilang, sampai dibeberapa lingkaran pertemuan selanjutnya, ku tanyakan kembali pertanyaan serupa.
“Kaka.. kalau aku pakai kerudung tapi belum pakai rok terus aku meninggal, aku dosa ga?”
Dan masih banyak pertanyaan-pertanyaan penuh rasa takut yang kupertanyakan dipertemuan-pertemuan selanjutnya.

Sebuah penyesalan penuh rasa bersalah selalu menghantui hari-hariku.

Astagfirullahaladzim.... betapa jahiliyahnya aku dahulu. Entah mengapa aku menjadi pribadi yang sangat menyesali masa lalu. Sebuah penyesalan tak berujung yang membuatku sekarang terus mengaduh memohon ampun atas tiap kejahiliyahan yang telah ku perbuat.

Dan di kampus ini, ketika Allah menakdirkanku bertemu dengan kelompok mentoring ini, ketika untuk pertama kalinya aku merasakan lezatnya ber-tarbiyah, sungguh... aku tak ingin sekalipun berpaling.

Aku jatuh cinta pada tarbiyah. 

Aku benar-benar jatuh cinta kembali pada Islam. Tak ada lagi waktuku untuk menjatuhkan hatiku pada dunia. Ingin kurengkuh sebanyak-banyaknya kasih sayang Allah yang selama ini luput dari penglihatan, pendengaran dan pikiranku. Tak ingin kusia-siakan hidupku untuk yang kedua kalinya. Tak ingin ku menjauh dari apa-apa yang diridhoiNya.

Di awali dengan mentoring, akupun jatuh cinta pada hijab. Kutanggalkan jeans-jeans ketat yang kupunya, dengan rok-rok sebagai penggantinya. Seiring berjalannya waktu, aku diajarkan bagaimana menggunakan kerudung lapis dua agar tidak transparan. Aku teringat, butuh waktu satu jam saat pertama kali aku mengenakannya. Tetapi aku senang. Hingga pada tahap selanjutnya, akupun diperkenalkan dengan manset untuk menutupi lenganku yang sering terlihat, dan diajarkan mengenakan kaos kaki agar auratku tertutup sempurna.

Semua karena tarbiyah. 

Tarbiyah yang mempertemukanku dengan saudara-saudari luar biasa yang senantiasa membuatku malu atas tiap kebaikan yang mereka berikan kepadaku. Mereka yang mengajarkanku tentang apa itu ruhul istijabah dan fastabiqul khairat. Mereka merangkulku menuju jalan terbaik dan mengenalkan kembali padaNya. Sejujurnya aku benar-benar seperti mualaf.

******

Dan sekarang aku disini. 

Diantara sahabat-sahabat Mawapres dari 7 fakultas yang ada di kampus ini. Beban moral sebenarnya menanggung amanah ini. Amanah ini bukan sekedar menjadi yang berprestasi dimata manusia, tetapi juga berprestasi dimata Allah dan RasulNya. Ini adalah tantangan dakwah baru untukku. Ekspansi dakwah ke jenjang yang lebih tinggi. Kemenangan ini adalah kemenangan kita bersama yang harus dipertanggungjawabkan bersama-sama. Besar harapan saudara-saudariku pastinya akan diri ini. Banyak hak-hak dakwah ini yang harus kuperjuangkan kelak.

Aku paham benar urgensi ruhiyah untuk mengimbangi setiap aktivitas-aktivitas baruku. Tak ingin ku mengecewakan saudara-saudariku yang telah mempercayakanku mengemban amanah ini. Meskipun awalnya, banyak yang  menganggapku remeh dan berusaha menghentikan gerakku. Tetapi dukungan selalu mengalir untukku.

Bukan hanya dari saudara-saudari di fakultasku, tetapi juga dari fakultas yang lain. Aku yakin selalu ada do’a-do’a terbaik untuk perjuangan ini. Dan itulah yang membuatku bertahan menerjang setiap tantangan yang kuhadapi saat ini. Karena aku tahu, Allah benar-benar ingin menguji seberapa besar tekad dan kesabaranku.

Ingin kutunjukkan pada dunia, bahwa ”anak mushola” juga bisa berprestasi. Ingin kubuktikan pada orang-orang yang memandangku sebelah mata, bahwa kemenangan ini, dapat memberikan kebermanfaatan tidak hanya untuk satu atau dua golongan, tetapi kemenangan ini untuk kita semua. Aku bersyukur bisa menjadi mahasiswa berprestasi karena tarbiyah. Menjadi berprestasi dalam keadaan berhijab padaNya. Berprestasi saat aku dalam lingkaran kebaikan. Aku memang bukan orang baik. Tapi sungguh, aku sedang berusaha menjadi orang yang bermanfaat dalam kebaikan. 

Semua karena Allah. 

Dan kemenangan ini kehendakNya.


كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ الْإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا وَالْخَادِمُ رَاعٍ فِي مَالِ سَيِّدِهِ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintakan tanggung jawab atas kepemimpinannya. Imam itu pemimpin dan akan dimintakan tanggung jawab atas kepemimpinannya. Laki-laki itu pemimpin bagi keluarganya dan akan dimintakan tanggung jawab atas kepemimpinannya. Wanita itu pemimpinan di rumah suaminya dan akan dimintakan tanggung jawab atas kepemimpinannya. Pembantu itu pemimpin bagi harta tuannya dan akan dimintakan tanggung jawab atas kepemimpinannya. (H.R. Bukhari)


# sebuah essai singkat untuk IMSS-2012 @ITB (IMSS Writing Competition)
   

You Might Also Like

1 comments

  1. ka Vina hebaatttt.... aq juga mau jadi mawapres UNJ, mohon bimbingan nya kaka....

    ReplyDelete

makasih ya udah baca :)
tambah makasih kalo mau kasih comment dibawah ini ^____^

Popular Posts

Featured post

Disclaimer

Sumber: di sini Saat kemarin membuka blog ini setelah 3 tahun 3 bulan 15 hari berlalu.. saya akhirnya mulai merapikan blog ini kembali ...

My Latest Vlog on Youtube

My latest post on instagram