Manisnya Keajaiban Allah Di Seleksi Mawapres (Full Version Part 1)

Saturday, October 27, 2012


Tidak terasa sudah hampir 4 bulan semenjak saya terpilih menjadi Mawapres UNJ. Sebuah awal yang lain dari episode kehidupan saya yang tidak pernah saya sangka sebelumnya.
Telah banyak nikmat Allah yang saya rasakan, terlebih setelah terpilih menjadi Mawapres UNJ. Kebanyakan mahasiswa UNJ atau mungkin beberapa mahasiswa di luar UNJ, hanya mengetahui, ya inilah ervina, Mawapres UNJ 2012. Mawapres terpilih dan sosok pemenang kompetisi-yang segelintir orang memandangnya bergengsi. Tapi sebenarnya, sekali lagi saya ungkapkan, jujur saja, itu berlebihan. Jikalau kalian mau mengenal lebih dekat siapa saya, mungkin kalian akan merasa saya tidak ada apa-apanya. Dan tentunya masih banyak yang lebih baik dari saya.

Lalu kenapa saya bisa terpilih menjadi Mawapres UNJ ??
Itupun pertanyaan yang ada di benak saya ketika Bpk. H. Fakhruddin Arbah (ketika saya menulis ini, bapak sedang menuju ke tanah suci untuk menunaikan rukun islam yang ke-5-red.), PR 3 UNJ, mengumumkan nama saya sebagai pemenang utamanya. Yang saya yakini, jawabannya bukan hanya tentang pahit manisnya perjuangan, tapi lebih dari itu. Ada ALLAH SWT, pemilik diri ini yang bermain disana.
Dan inilah inti cerita saya hari ini.
Cerita tentang perjuangan saya menapaki tangga seleksi Mawapres. Perjuangan menapaki satu per satu anak tangga yang pada akhirnya menghantarkan saya ke seleksi Mawapres UNJ.

***

Siang itu, seorang sahabat saya, Atikah, sosok akhwat yang entah mengapa membuat saya merasa begitu ‘klik’ jika berdiskusi dengan beliau, menghampiri saya di sekretariat gd.L dan menanyai saya mengenai sesuatu hal.  Seleksi Mawapres.
Dari situlah saya mengetahui untuk pertama kalinya ada seleksi Mawapres di Fakultas Ekonomi. Tapi sayangnya, info ini ternyata sangat tertutup. Berbeda dengan fakultas ilmu sosial yang memasang banner besar pengumuman seleksi Mawapres di lobby FIS, di FE, hanya mahasiswa yang menerima telepon dari pihak kemahasiswaan-lah yang mendapat peluang mengikuti seleksi.
Sejak tahu cara seperti itu yang dipakai oleh birokrasi, sejujurnya saya jadi urung untuk mencari info itu lebih lanjut. Selain karena saya merasa tidak memiliki prestasi menakjubkan seperti kebanyakan mahasiswa ‘akademisi’ di luar sana, saya juga tidak mendapat ‘telepon’ dari siapapun mengenai hal ini. Jadilah saya tambah malas mengikuti ajakan beliau untuk ikut serta dalam seleksi.
Tapi kenyataannya, ‘kemalasan’ saya tidak membuat Atika gentar, dia coba mem-‘brainstorming’ saya dengan diskusi ‘ringan’ tentang sebab-akibat jika saya mengikuti atau tidak mengikuti seleksi ini.
Dan ternyata dari situ, justru naluri ‘pemberontakan’ dari diri kami berdua muncul. Kami sepakat  dan sadar ada hal tidak ‘beres’ yang terjadi di sini. Dan seandainya hal ini dibiarkan akan ada hak-hak orang-orang ‘berpotensi’ yang tidak tersalurkan.
Sekali lagi, naluri ‘pemberontakan’ itu kembali muncul, ketika kami tahu bahwa tidak ada satupun mahasiswa yang berkecimpung di organisasi gedung L (baca : opmawa-ormawa) FE saat itu yang terpanggil mengikuti seleksi.
 Aksi nekat pun dimulai.
Setelah tarik ulur cukup lama, saya sepakat untuk mengikuti seleksi dengan syarat Atikah tidak hanya menyuruh saya ikut,tapi beliau juga harus menemani saya mengikuti seleksi. Dan dengan modal nekat, kami berdua mempersiapkan cv kami untuk diajukan ke kemahasiswaan, dengan harapan bisa menjadi bahan pertimbangan untuk mengikuti seleksi.
Berkali-kali mencoba bertemu pihak kemahasiswaan selalu saja ada hal-hal lain yang mengalihkan perhatian saya. Ketika sudah mau ketemu hari tertentu, saya urungkan karena ada syuro, ada kuliah, ada janji dan berbagai alasan lainnya, ternyata saya memang belum 100% memantapkan hati untuk maju. Karena sejujurnya agak berat kalau saya mengajukan diri tanpa ‘di telepon’.
Sampai pada akhirnya, kakak kelas saya, ka Hani, turun tangan.

Tarik ulur kembali terjadi. Hingga saya sadar. Sadar sekali. Bahwa sebagai ‘anak mushola’, seharusnya saya maju turut serta. Bukankah ini termasuk salah satu strategi dakwah yang bagus ?? bukankah ini termasuk salah satu cara penyebaran kader da'wah ke berbagai lembaga yang menjadi mashadirul qarar, agar mereka dapat mempengaruhi, merumus-kan, menterjemahkan konsep dan nilai-nilai Islam ke dalam kebijakan-kebijakan publik. Bukankah ini yang namanya “sebuah mode baru” dalam da’wah ketika akademik atau proFEsi menjadi solusi ??

“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik  seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya  ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.”
(QS. Ibrahim : 24-25 )

Oke. Menjelang sore, saya dan kakak kelas saya, mencoba menemui kasubagmawa FE, bekal CV saya siapkan. Ketika diruangannya, beliau bertanya dengan agak ragu, “memangnya kamu IPK nya berapa ? punya prestasi ? bisa bahasa asing ?”. Tanpa sadar saya mendesah.
Tanpa ragu saya jawab satu per satu pertanyaan itu dengan mantap. Dan tanpa a-i-u-e-o bapak tersebut justru keheranan kenapa saya bisa tidak direkomendasikan oleh jurusan. Beliau langsung meminta fotocopy ktm saya dan menyerahkan pedoman seleksi Mawapres (saat itu berkas pedoman hanya tinggal 1-punya bapaknya-yang langsung diberikan kepada saya). Dan bahkan tanpa mempertimbangkan CV yang sudah saya print.
Terakhir, beliau bertanya lagi, “tapi kamu sanggup ? tinggal 1 minggu lagi, kandidat lain sudah mulai dari 3 minggu yang lalu, kamis depan sudah harus dikumpulkan, bisa ?”
Glek.
Saya mengangguk. Insya Allah.
***

Surat undangan seleksi mawapres sudah di tangan. Saya semakin mantap melaju. Jum’at, sabtu, minggu, saya coba mencari data sebanyak-banyaknya tentang Focus Group Discussion. Hal itulah yang mau coba saya explore dikarya ilmiah saya. Karena menurut saya FGD atau lebih familiar saya sebut dengan mentoring, sangat berpengaruh terhadap proses pembentukan karakter bangsa. Terlebih saya punya sedikit pengalaman tentang FGD di Magenta FE, jadi sedikit banyak tahu masalah-masalah yang bisa di-eksplore dari FGD.
Dan prahara itupun datang...
Senin sore, H-4 seleksi mawapres tingkat FE, saya mendapat kabar dari sahabat saya, Nazir, bahwa kandidat calon mawapres dari jurusan lain ada  yang mengangkat tema yang sama –FGD- dengan saya, dan bahkan orang tersebut sempat berdiskusi masalah-masalah seputar FGD dengan Nazir, saat itu juga, rasanya tubuh ini lemas sejadi-jadinyanya.

“Ya Allah, jika memang semua ini baik bagi saya dan agama saya, pasti Engkau mudahkan” lirihku dalam hati.

Setelah shalat Ashar, saya ditemani nazir menuju UPT, mencoba ‘mengubek-ubek’ rak buku bagian pendidikan. Saya bersikukuh untuk mengganti judul karya ilmiah saya. Saya tidak ingin memuat judul dengan tema karya tulis yang sama dengan ‘rival’ saya, di event yang sama pula. Saya pun rela merombak keseluruhan isi dan mencari judul baru. Belum waktunya menyerah. Masih ada 3 hari lagi sebelum hari H.
Setelah berdiskusi dengan Hilda (sahabat sekaligus penasihat penulisan terbaik yang saya punya), saya berhasil menemukan judul baru yang memang menjadi kompetensi saya di jurusan. Sebuah hambatan yang dihadapi seluruh mahasiswa Administrasi Perkantoran yang coba saya pecahkan dalam sebuah inovasi produk. Tercetuslah judul “Inovasi Media Pembelajaran Stenografi Melalui Scrabble Steno (Alternatif Penggunaan Media Pembelajaran Stenografi Berbasis Permainan)”

Waktu saya tinggal 3 hari lagi.

Bermodalkan modem pinjaman dari Juan, saya coba optimalkan malam-malam terakhir masa itu bersama si-abi (acer biru) saya. Bermain bersama jurnal, pedoman penulisan, dan hal-hal ‘semacam itu’ sampai menjelang pagi.
Sampai hari H pengumpulan berkas, setelah rombak sana-sini, ternyata saya baru menyelesaikan 2 bab setengah. Di malam sebelum hari H itu, saya hampir tidak tidur karena harus merancang prototype papan scrabble dan susunan biji scrabble steno itu di photoshop, segala puji bagi Allah yang memberikan saya kesempatan mengerti bagaimana menggunakan photoshop, karena jujur saja, itu membantu saya memvisualisasikan ide inovasi tersebut.
Jam 9 pagi seharusnya saya harus submit berkas terakhir di kasubagmawa FE. Tapi bahkan sampai dzuhur, saya masih berkutik dengan bab 3 dan 4. Tidak akan menyerah. Sudah sejauh ini. Batinku.
Teringat ketika di kelas, saat yang lain mendengarkan dosen berbicara, saya terus sibuk dengan laptop. Mengejar finishing karya tulis. Untungnya dosen tersebut tidak mengusir saya dari kelas ketika dia tahu yang saya sedang kerjakan adalah karya tulis. J
Selepas dzuhur, bantuan Allah datang.
Kakak kelas, adik kelas, teman seperjuangan, bahu membahu meringankan beban saya. Ada yang menjadi editor ketikan saya, membantu memfotokopi berkas-berkas saya atau bahkan membelikan saya makan –sesuatu yang saya lupakan- saat itu.
Sampai tepat pukul 3 sore. Semua rampung. 3 rangkap karya tulis beserta berkas-berkas sertifikat pendukung. Tapi, saat itu sudah lewat 6 jam dari batas waktu penyerahan berkas. Apakah masih diterima ??
Dan lagi-lagi dengan modal nekat, seyakin-yakinnya saya ditemani ka Hani memberanikan diri submit berkas saya ke kasubagmawa. Kami mencoba berikhtiar sampai titik darah penghabisan. PASTI ada Allah yang memberi jalan. Dan benar saja, ketika berkas diajukan, tanpa bantahan sedikitpun, berkas saya diterima dan diingatkan untuk sidang esok hari. Alhamdulillah.
Saat itu rasanya beban puluhan ton dipundak saya runtuh. Dan rasa lapar pun menjangkit perut saya. Untuk sebentar, nafsu makan saya kembali. Sungguh, tak bisa dibayangkan jika saya harus menyelesaikan semuanya sendiri. Sungguh, nikmatnya berjama’ah. J

***

Jum’at, 11 Mei 2012

Saya bergegas menuju kampus untuk penentuan hari bersejarah dalam hidup saya. Ini episode pertama dalam hidup saya melewati 1 pekan yang sangat hectic dan menguras pikiran. Setelah tidur larut menyelesaikan presentasi yang akan dibawakan, saya merasa tidak siap untuk menyampaikan semuanya. Rasanya masih perlu waktu untuk belajar. Tapi, mau bilang apa lagi, its show time !
Selama diperjalanan, saya merenungkan kembali kejadian-kejadian yang saya alami beberapa hari ini. Perjalanan yang tidak mudah. Tapi Allah membuktikan kuasaNya. Hari ini, semuanya sudah selesai sebagaimana mestinya. Perjuangan hari ini adalah bagaimana membuat para juri nanti yakin dengan apa yang saya gagaskan. Semoga Allah memudahkan, panjat saya dalam hati.
Mama...
Saya tuntun jari ini untuk mengetik permohonan doa dan maaf untuk keluarga dirumah, mereka menjadi alasan terbesar perjuangan saya hari ini. Semoga restu mereka menjadi keringanan dan kemudahan yang Allah berikan untuk saya.
Sesampainya di kampus, saya bergegas ke masjid alumni. Saat itu masih pukul 8 pagi. 1 jam sebelum waktu sidang di fakultas. Jantung rasanya berdebar tidak karuan. Perut mendadak melilit dan hawa terasa dingin. Saya sangat panik. Apa ini ya, yang dirasakan kakak tingkat saat akan sidang skripsi ?
Saya datang lebih awal bukan tanpa tujuan, tapi memang ingin melatih presentasi bahasa asing yang belum saya coba sama sekali. Saya masih belum punya gambaran konkrit, gaya presentasi seperti apa yang akan saya gunakan.
Di dalam MNI, saya coba mempresentasikan karya tulis saya. Dan apa yang terjadi ??? amburadul. Kacau. Meracau dengan structure kata tidak jelas. Astagfirullah.. apa yang harus dilakukan dengan bahasa asing indoglish ini Ya Rabb ??
Saatnya kembali kepada Allah. Dhuha. Segera saya ambil wudhu dan tunaikan hak tubuh ini. Dalam sujud dan do’a terakhir, saya memelas.

“Ya Tuhanku, lapangkanlah dadaku, dan mudahkanlah urusanku, dan lepaskanlah kekakuanku dari lidahku, agar mereka mengerti perkataanku”
Q.S. Taha (20) : 25-28

***

Pukul 9 waktu Indonesia bagian barat.
Ditemani 2 orang kakak kelas saya berjalan beriringan ke gedung R. Kami berseloroh, mereka bilang, “kalau kamu menang, nanti yang menemani ga cuma dua orang, nanti semuanya kami suruh nonton, kepung rektorat !” saya tertawa.  Saya jelaskan bahwa menonton saya itu sama saja dengan membuat saya gugup sebelum bertanding. Lebih baik saya tidak ditonton, karena itu beban betul bagi saya. Malu rasanya dilihat oleh orang banyak seperti itu. Untungnya, seleksi di tingkat fakultas berjalan tertutup.
Di ruang sidang gedung r sudah duduk rapi ke 7 orang sahabat saya dari tiap jurusan yang akan maju mempresentasikan karya masing-masing. Jurusan Ekonomi dan Administrasi diwakili oleh Nilam Ayu, Nirwana Fauziah, Sherli A. dan saya. Jurusan Manajemen diwakili oleh Ryan Purnama, Nadia Nurfadhilah dan Novi Kurniati sedangkan di Akuntansi diwakili oleh 1 orang perwakilan Desi Ayu Wandira, beliau juga sama dengan saya, ibaratnya ‘anak mushola’, bendahara BSO Al-Iqtishodi, yang pada akhirnya harus berjuang sendiri mewakili akuntansi karena teman-temannya sudah pada mundur sebelum berperang.
Setelah mendapat pengarahan singkat mengenai teknis penjurian, kami semua diminta menunggu di luar ruang sidang. Jadi, yang masuk ke dalam hanya yang dipanggil namanya. Artinya kita presentasi face to face, antara finalis dengan dewan juri.
Saya urutan ke tiga dari 8 finalis yang ada.
Saya menunggu di luar dalam keadaan pasrah. Awalnya memang panik, tapi detik itu, kepanikan itu sudah memudar ke titik pasrah. Ya Allah, kuserahkan semua padamu. Panjatku.
Lucunya, kami (yang di luar) saling bertanya kesiapan kami. Saya semakin merasa semuanya tampak “lucu” ketika tahu, beberapa finalis akan mengeluarkan segenap potensi yang dimiliki untuk perhelatan ini. Ada yang akan menggunakan bahasa cina, bahasa perancis, bahasa jerman dan bahasa arab sebagai pengantar. Saya ?
Cukup bahasa Inggris. Dan bahasa Indonesia untuk jaga-jaga.
Beberapa finalis cenderung membawa permasalahan ekonomi sebagai bahan karya tulisnya. Rata-rata syariah. Dan hanya saya seorang yang membawa produk. Oke, cukup tahu. Entah bagaimana dengan dewan juri nanti. Saya akan memaksimalkan yang ada.
Nadia dan Desi ayu sudah keluar dari ruang sidang. Wajah mereka tampak lega. Pertanyaan mengalir dari kawan-kawan yang belum sidang. Dan itu membuat kami semakin ‘penasaran’.
Waktu saya tiba.
Karena 1 putaran sidang dilakukan oleh dua finalis, saat itu saya masuk bersama dengan Nirwana. Saya ke sudut kanan sebagai no. Urut 3 dan Nirwana ke sudut kiri sebagai no. Urut 4. Dua juri laki-laki sudah duduk manis memegang map merah pemberkasan saya. Bpk. Ahmad Fauzi dan Bpk. Ferri Setyo.
Saya mencoba mengkondisikan diri. Tak dapat dipungkiri ada rasa ‘jiper’ harus mempresentasikan makalah bersamaan dengan Nirwana. Saya menganggap beliau ‘lawan tangguh’ di kompetisi ini.
Oke, waktunya fokus.
Sekali lagi saya pandangi laptop, lcd, sekeliling dan para juri. Dalam hati saya berkata, oke, semua akan baik-baik saja.
Presentasi bahasa Inggris di mulai.
Saya buka presentasi dengan perkenalan yang terdengar gugup. Bahkan di penjelasan 3 slide pertama tentang background, purpose dan goalsnya, saya masih juga gugup. Masuk ke babak penjelasan produk, entah dapat tenaga dari mana, lidah ini begitu pandai merangkai kata-kata. Dengan sendirinya kata-kata bahasa asing itu meluncur mulus dari mulut ini. Kepercayaan saya naik.
Saya lahap semua slide dengan PeDe. Hingga sesi tanya dimulai, ternyata saya mampu menjawab semua pertanyaan dengan baik. Sampai pada tahap, juri bertanya tentang prototype scrabble steno yang saya buat. Karena saya buat sendiri, juri ingin lihat proses pembuatannya. Saya perlihatkan history pada photoshop dilaptop dan  saya jelaskan semenarik mungkin.
Entah perasaan saya saja atau bukan, juri terlihat terkesan.
Saya tutup presentasi denga senyum mengembang.
Alhamdulillah...

***

Saya keluar ruang sidang dengan perasaan lega bukan kepalang. Untuk pertama kalinya, saya merasa berhasil membawakan presentasi dalam bahasa Inggris dari awal sampai akhir. Subhanallah, hanya Allah yang mampu membuat semua yang sulit menjadi mudah.
Saya dan Desi langsung pamitan. Yang sudah presentasi diperkenankan meninggalkan ruang sidang karena pengumumannya akan diumumkan via telepon nanti malam. Lagi-lagi via telepon. Kami menyusuri lorong ekonomi sambil bertukar cerita. Alhamdulillah, beliau juga diberikan kemudahan pada saat presentasi. Kami berharap, semoga kami bisa memberikan hasil terbaik untuk semua.
Sesampainya di depan lobby gedung L, kami disambut oleh saudara-saudari kami yang sedang duduk di sana. Terharu rasanya. Semua menanyakan bagaimana proses yang kami lewati tadi. Semua tampak bersemangat. Dan setelah itu, setiap bertemu orang-orang, saya pasti selalu minta doa dan restu dari mereka.
Hari itu, saya menganggap semua sudah berlalu. Perjuangannya sudah selesai. Ringan rasanya pundak ini. Setelah sekian lama kemarin merasa sulit tidur, ingin rasanya balas dendam dan bertemu bantal sesegera mungkin. rasanya benar-benar lega.
***

Hampir 3 hari berlalu.

Tidak ada pengumuman apapun. Malam itu saya pikir, mungkin memang belum ada pengumuman atau memang saya tidak menang sama sekali ? hmm... kapan ya pengumumannya. Tidak hanya saya yang menunggu, mama, ayah dan pihak keluarga sempat sms menanyakan hasil pemilihan kemarin.  Sampai akhirnya ada finalis lain yang bertanya juga pada saya, dan saat itu saya menyadari, memang belum ada pengumuman apa-apa.
Keesokan harinya, saya bangun lebih awal. Ada info pelatihan KEBAB iqtishodi yang mau saya publish. Asik bermain fb, tiba-tiba hp saya berbunyi. Nomor tidak dikenal.
“assalamu’alaikum” sapaku.
Laki-laki menjawab salam saya dari seberang telepon.
“ini Bapak, ini dengan ervina maulida?” tanyanya. Dari suaranya saya –ngeh- kalau ini suara Pak Uded, Kasubagmawa FE
“iya pak”
“hari ini kamu bisa ke kampus? Sekitar jam 9-an”
“bisa pak, memangnya kenapa ya pak ?”
“kamu pemenang pertama mawapres FE, hari ini bisa ketemu diruangan bapak ? ambil berkas-berkasmu untuk maju ke UNJ, tapi informasi ini cukup kamu dulu yang tahu, biarkan yang lain menunggu informasi dari fakultas, bisa?”
“insya Allah bisa pak” jawabku datar dan belum ada ekspresi.
Tak lama percakapan selesai. Telepon ditutup.
Sepersekian detik saya masih belum sadar. Menang ?

ALLAHU AKBAR !!! ALLAHU AKBAR !! ALLAHU AKBAR !!!

Saya berteriak kegirangan. Sambil sujud syukur saya bertahmid berkali-kali. Mata saya terasa panas karena melelehkan cairan. Sungguh, mulut ini tak bisa berhenti bertahmid. Rasanya ingin loncat dan guling-gulingan. Ya Allah, rasa yang tak dapat digambarkan. Senaaaang sekali.
Segera saya raih dan ketik beberapa huruf di handphone saya.
“maamaaaaaaaa...... ina menaaaaaaaaanngggggg”
Send.
Jantung rasanya mau keluar. Berdebar hebat. Debaran yang berbeda dengan debaran saat akan sidang waktu itu. Pagi itu benar-benar pagi yang berbeda bagi saya. Pagi yang sangat indah.
“Kakaaaaaaaaaa.. tadi Pak Uded nelpon, saya mapres 1 FE...”
Sms kedua terkirim. Hanya untuk 1 orang. Ka Hani.
Ingin rasanya kupeluk satu per satu saudari-saudariku di kampus. Jika bukan karena saya diminta menjaga informasi ini, ingin rasanya langsung mengirim sms ucapan terima kasih sebanyak-banyaknya untuk mereka. Bahkan ingin saya datangi langsung satu-satu untuk mengucapkan terimakasih banyak. Sungguh.

***

to be continued..




You Might Also Like

0 comments

makasih ya udah baca :)
tambah makasih kalo mau kasih comment dibawah ini ^____^

Popular Posts

Featured post

Disclaimer

Sumber: di sini Saat kemarin membuka blog ini setelah 3 tahun 3 bulan 15 hari berlalu.. saya akhirnya mulai merapikan blog ini kembali ...

My Latest Vlog on Youtube

My latest post on instagram