Ketika Lingkaran Itu tak Lagi Berbekas

Sunday, October 20, 2013

Berada di lingkaran halaqah
untuk menuntut ilmu dan belajar mengamalkan
Islam secara kaaffah dalam rangka mencari ridha
Allah ini merupakan sebuah kado indah dan
kenikmatan dari Allah yang sudah sepantasnya
dan seharusnya kita syukuri serta dijaga
sepanjang masa. Mari sejenak kita mengingat
kembali mozaik kehidupan di episode sebelum
kita mengenal dan menjadi bagian dari lingkaran
kebaikan ini. Betapa bersyukurnya kita jika
mengingat sejenak kehidupan kita sebelumnya.
Diperkenankan untuk menjadi bagian tak
terpisahkan dari lingkaran warna-warni yang siap
menebar celupan Allah di setiap derap langkah
dan di setiap hembusan nafas yang ada.
Kemudian juga diberikan kesempatan untuk
merasakan indahnya dan ketenangan dalam
menapaki perjuangan dalam kebersamaan di atas
jalan Allah. Duh indahnya jika semuanya ini kita
jalani hanya karena Allah hingga tak pernah ada
kata kecewa jika semuanya murni dilakukan
hanya karena Allah dan dalam rangka mengejar
ridha Allah. Saya sebut lingkaran kebaikan ini
sebagai lingkaran warna warni karena di dalam
lingkaran inilah seluruh warna bersatu padu
membentuk warna yang begitu serasi dan
harmoni hingga terlihat semakin indah dalam
mewarnai kehidupan, bahkan lebih indah dari
warna masing-masing sebelum dipadukan.
Karena kesemua warna itulah yang saling
mewarnai, saling memberi arti, saling
menguatkan antara yang satu dan yang lainnya,
juga saling menjaga dan memberikan kekuatan
agar selalu tetap bersama, dalam satu barisan
yang sama pula, selamanya.
Hal yang wajar jika sesekali mungkin di antara
kita pernah ada yang merasakan lingkaran itu tak
lagi berbekas, tak lagi memberi pengaruh dalam
kehidupan kita, tak lagi memberikan kekuatan
yang mengobarkan semangat kita dalam berjuang
di jalan-Nya, tak lagi menguatkan diri dan hati
dalam menyusuri jalan panjang yang penuh onak
dan duri ini, tak lagi menyisakan ketenangan dan
kebahagiaan bergandeng tangan bersama dalam
barisan yang rapi nan kokoh layaknya sebuah
bangunan, tak lagi meninggalkan kenikmatan
dalam manisnya iman dan Islam yang dulu
pernah dirasakan, tak lagi menghujamkan
kebahagiaan dan keikhlasan dalam beramal, juga
tak lagi menyelipkan rasa rindu bertemu dengan
seluruh pemilik warna di dalam lingkaran itu.
Sungguh, kebosanan dan kejenuhan itu mungkin
saja dialami oleh siapapun, tak luput para ulama
dan fuqaha sekalipun, karena memang keimanan
itu bersifat fluktuatif tergantung sang penjaga ruh
dalam menjaganya, dan diri kita sendirilah yang
menjadi penjaga utamanya. Namun yang menjadi
permasalahan adalah jika kita tak segera
mengevaluasi mengapa hal itu bisa terjadi dan
tak segera mencari solusi atas masalah tersebut
hingga berlanjut menjadi menggerogoti tubuh dan
semakin kronis selayaknya tumor ganas yang
bermetastasis, menjalar ke seluruh bagian tubuh,
hingga sang pemilik jiwa tak lagi memiliki
“nyawa” dan “ruh”, na’udzubillah.

Mari sejenak kita renungkan,
Sudahkah kita memberikan yang terbaik di dalam
lingkaran kita?
Sudahkah kita benar-benar telah mengawali
kehadiran dalam lingkaran kita dengan niatan
yang tulus ikhlas karena Allah, ataukah masih
karena yang lain?
Sudahkah kita telah betul-betul menghadirkan
hati dan pikiran kita dalam lingkaran kita?
Sudahkah kita memberikan komitmen terbaik kita
dalam lingkaran kita?
Dan sudahkah kita memberikan persiapan terbaik
untuk hadir dalam lingkaran kita?

*repost from benni

You Might Also Like

0 comments

makasih ya udah baca :)
tambah makasih kalo mau kasih comment dibawah ini ^____^

Popular Posts

Featured post

Disclaimer

Sumber: di sini Saat kemarin membuka blog ini setelah 3 tahun 3 bulan 15 hari berlalu.. saya akhirnya mulai merapikan blog ini kembali ...

My Latest Vlog on Youtube

My latest post on instagram