API dan ASAP

Friday, December 06, 2013

Dari BUKU KEKUATAN CINTA

Suatu ketika ada kapal tenggelam akibat diterjang badai. Tak ada penumpangnya yang tersisa. Kecuali, satu orang yang berhasil mendapatkan pelampung. Namun nasib baik belum seutuhnya berpihak kepada pria itu. Dia terdampar di sebuah pulau kecil tak berpenghuni. Sendiri, tanpa bekal dan makanan.

Orang itu berdoa pada Alloh minta diselamatkan. Usai berdo’a ia pandangi penjuru cakrawala. Berharap ada kapal yang datang. Tapi, tak ada tanda-tanda kapal yang diharapkan tiba. Ia berdo’a lagi lebih khusyu’. Kemudian menatap jauh ke laut lepas. Tidak ada kapal yang datang. Sekali lagi pria itu berdo’a, tetapi tidak ada juga kapal yang diharapkan.

Ya, pulau tempatnya terdampar terlalu terpencil. Hampir tidak ada kapal lewat didekatnya. Akhirnya pria itu berdo’a lagi. Ia telah lelah berharap. Lalu, ia menghangatkan badan. Dikumpulkannya pelepah nyiur untuk membuat perapian.

Setelah tubuhnya terasa nyaman, pria itu membuat rumah-rumahan sekedar tempat melepas lelah. Disusunnya semua nyiur dengan cermat agar bangunan itu kokoh dan dapat bertahan lama.

Keesokan harinya, pria malang ini mencari makanan. Dicarinya buah-buahan untuk pengganjal perutnya yang lapar. Semua pelosok dijelajahi hingga kemudian ia kembali ke gubuknya. Namun, ia terkejut. Semuanya telah hangus terbakar, rata dengan tanah, hampir tak bersisa. Gubuk itu terbakar karena pria itu lupa memadamkan perapian.
Asap membumbung tinggi ke angkasa. Hilanglah semua kerja kerasnya semalaman.

Pria itu berteriak marah, ”Tuhan, mengapa Engkau lakukan ini padaku. Mengapa? Mengapa... ?’ Teriaknya melengking menyesali nasib.

Tiba-tiba terdengar suara peluit. Tuiittt... tuuitt... ternyata itu suara sebuah kapal yang sedang mendekat. Kapal itu merapat ke pantai. Beberapa orang turun menghampiri pria yang sedang menangisi gubuknya itu. Tentu saja pria itu terkejut.

”Bagaimana kalian bisa tahu aku ada disini ? ” tanyanya penuh keheranan. ”Kami melihat simbol asapmu!” jawab salah seorang awak kapal.

������
Teman, itulah kita. Kita adalah orang yang manja dan pemarah disaat ditimpa musibah. Bahkan, selalu menilai bahwa nestapa yang kita terima adalah penderitaan yang begitu  berat dan tak pernah dirasakan oleh siapapun. Itulah sebabnya kenapa kita begitu mudah mengeluh, marah dan bahkan mengumpat.

Teman, tentu sikap itu tidak tepat. Seharusnya, Musibah tidak boleh membuat kita kehilangan hati kita. Allah selalua ada di hati kita, walaupun dalam keadaan yang paling berat sekalipun. Sebab, Tuhan itu tidak tidur. Ia tahu betul kegelisahan dan jeritan hati kita. Dia Maha Pegasih lagi Maha Penyayang. Dan Kasih-NYA selalu datang pada kita. Pada saat dan cara yang tidak disangka-sangka. Hanya saja kita terlalu kerdil untuk memahaminya.

You Might Also Like

0 comments

makasih ya udah baca :)
tambah makasih kalo mau kasih comment dibawah ini ^____^

Popular Posts

Featured post

Disclaimer

Sumber: di sini Saat kemarin membuka blog ini setelah 3 tahun 3 bulan 15 hari berlalu.. saya akhirnya mulai merapikan blog ini kembali ...

My Latest Vlog on Youtube

My latest post on instagram