HARUS MENGGIGIT

Wednesday, September 18, 2013

*Diambil dr buku semangat dan ruh baru ust. Musyafa


Ada beberapa santri senior melapor kepada ustadznya. Mereka mengeluhkan perilaku adik-adik juniornya yang tetap melakukan sulukiyyat (perilaku keseharian) yang tidak islami, seperti masih suka pacaran dan sulukiyyat negatif lainnya, padahl mereka telah mengikuti pembinaan rohani lebih dari setahun. Apa gerangan yang menyebabkan para juniornya tidak terpengaruh oleh proses pembinaan yang diberikan para senior itu?
Sang ustadz diam termenung beberapa lama. Dalam hatinya ia berujar, bukan kali ini saja saya mendengar keluhan seperti ini. Telah banyak keluhan serupa yang pernah didengarnya.

Dalam ketermenungannya itu sang ustadz kembali membuka-buka file-file memori lamanya. Dia mulai memutar kembali kaleidoskop proses terbina dan membinanya beberapa tahun yang lalu. 
Setelah merasa cukup dalam membolak-balik file-file memorinya, sang ustadz berkata kepada murid-murid seniornya itu, “Ada banyak faktor yang menyebabkan hal itu terjadi, di antaranya adalah:
  1. Meminjam istilah Hadits:”gigitlah sunah nabi dan sunah khulafaurrasyidin itu dengan gigi gerahammu”, pembinaan kalian selama ini mungkin kuran atau tidak menggigit. Maksudnya, daya ta’tsir (daya memengaruhi) kalian tidak kuat dan kokoh sebagaimana kokoh dan kuatnya gigi geraham dalam menggigit sesuatu.
  2. Atau, jika kita pakai istilah rem motor atau mobil, daya cengkeram kalian dalam memegang dan mengendalikan arah para binaan kalian tidaklah kokoh dan kuat, sehingga tetap saja blong.
  3. Atau, jika kita meminjam istilah hadits Nabawi yang menggambarkan bahwa seorang mukmin itu seperti lebah, maka saya bisa mengistilahkan bahwa daya sengat kalian tidaklah ampuh.
  4. Atau meminjam istilah listrik, daya setrum kalian tidaklah kuat, sehingga nyala lampu tidaklah terang atau bahkan padam sama sekali.
Sang ustadz itu berkata lebih lanjut, ‘Sebagai sebuah gambaran, bisa jadi salah seorang dari kalian pada saat membina, lebih banyak asyik dengan dirinya, dengan pulpennya, dengan papan tulisnya atau dengan buku pegangannya, hanya sesekali saja menghadapkan wajah kepada para peserta yang dibinanya. Bagaimana mungkin cara pembinaan seperti itu akan berkesan, atau akan menggigit atau akan menyengat? Sedangkan komunikasi wajah saja tidak ada. Dalam suasana pembinaan, sang pembina harus selalu membaca air muka para peserta. Adakah ia menunjukkan bahwa kalimat-kalimat yang keluar dari lisannya mengenai sasaran, adakah kenanya itu sangat kuat, ataukah biasa-biasa saja? Atau, bahkan air muka mereka menunjukkan ketidakpedulian sama sekali? Na’udzu bilah.”

“Murid-muridku sekalian,” lanjut sang ustadz, “Kalian harus belajar dan menguasai teknik-teknik berkomunikasi dalam sebuah kelompok binaan. Kalian harus belajar dan menguasai teknik-teknik menanamkan dan menancapkan nilai melalui kata-kata lisan dan bahasa wajah atau tubuh. Kalian harus belajar, berlatih dan menguasai metodologi pengajaran yang berkesan dan menarik. Kalian harus mengumpulkan berbagai kisah, ilustrasi, penggambaran dan pendekatan yang sekiranya akan mampu memberikan gigitan, cengkeraman, sengatan, dan setruman... Kalian... harus belajar ini, melatih diri untuk itu, dan menguasai ini itu... berbagai macam teknik material untuk membina dan membentuk manusia harus kalian miliki dengan baik. Namun jangan lupa, kalian adalah para pembina nilai-nilai keimanan... nilai-nilai keislaman... nilai-nilai akhlak... nilai-nilai dakwah... dan nilai-nilai pengubahan menuju mardhatillah.

“Tentunya, aspek terbinanya diri kalian dengan nilai-nilai itu harus terlebih dahulu kalian lakukan, sebab, kata pepatah Arab, Faqirusy-syai’ila yu’thihi, artinya:orang yang tidak mempunyai sesuatu, tidak akan bisa memberikan sesuatu itu kepada orang lain,” lanjut wejangan sang ustadz.
“Kalian harus terus dekatkan diri kalian kepada Allah Swt., terutama di waktu malam, sehingga kata-kata kalian menjadi berbobot (qaulan tsaqiilan)... Kalian harus tingkatkan iman dan takwa kalian kepada Allah Swt., agar wejangan-wejangan kalian menjadi benar dan tepat sasaran (qaulan sadidan)... Kalian harus bersihkan hati dan diri kalian dari segala akhlak tercela dan maksiat, agar menjadi cemerlang dan bersinar (qalbun mashqulun)...

Kalian harus akrab dengan Al Quran, agar hati kalian tidak terkena kekeringan, kemarau berkepanjangan, dan mengeras. Sebaliknya, hati kalian akan menjadi laksana tanah yang tersiram air hujan dan bagai ruangan yang mendapatkan sinar terang benderang.
“Singkatnya, kalian harus melakukan tarqiyah (peningkatan kualitas diri), baik dalam skala skill, fanni (penguasaan teknik) ataupun ruhi (rohani),” demikian sang ustadz menutup wejangannya.
Saudara-saudaraku yang dimuliakan oleh Allah...

Amanah pembinaan adalah amanah dakwah... Dakwah adalah jalan untuk mendapatkan keberuntungan (al falah) (Q.S. Ali Imran:104), di dunia... dan di akhirat. Karenanya, jadilah kalian batu bata kokoh yang menopang bangunan dakwah ini!

Umat Islam harus disadarkan akan keislamannya... harus diarahkan potensinya agar berjalan fi sabilillah, bukan fi sabilil hawa (di jalan hawa nafsu), fi sabilisy-syaithan (di jalan setan) atau fi sabilith-thaghut (di jalan thaghut)..., supaya label khaira ummah (umat yang terbaik) betul-betul terwujud pada umat ini (Q.S. Ali Imran:110).
Amin!

You Might Also Like

0 comments

makasih ya udah baca :)
tambah makasih kalo mau kasih comment dibawah ini ^____^

Popular Posts

Featured post

Disclaimer

Sumber: di sini Saat kemarin membuka blog ini setelah 3 tahun 3 bulan 15 hari berlalu.. saya akhirnya mulai merapikan blog ini kembali ...

My Latest Vlog on Youtube

My latest post on instagram