Abdullah bin Ummi Maktum

Wednesday, May 14, 2014

Antara Dia dan Kita
 
Lelaki renta itu,
dengan kehalusan hatinya ingin ber-Islam menjadi sebab turunnya ayat.
‘Abasa watawalla', Rasul pun ditegur Allah karenanya.
seorang miskin lagi buta,
bukan berarti tak lebih utama
dari para pemuka negara
 
Lelaki renta itu,
pernah minta keringanan
untuk tidak ikut sholat berjamaah di masjid
karena dia buta
karena dia sebatang kara
karena masjid jauh sekali dari rumahnya
tapi tanya Rasul, “Apakah engkau masih mendengar adzan?”
saat dijawabnya masih, maka kata Rasul, “Kalau begitu, berangkatlah”
 
lalu, tunduk patuh ia pada perintah
sekali pun tak pernah ia sanggah
tiap sholat lima waktu sholat berjamaah
 
meski fajar masih pekat
dan jarak masjid tak dekat,
ia meraba-raba  dalam gelap
hingga suatu saat, kakinya tersandung bongkahan batu
badannya terjerembab jatuh,
mukanya tersungkur di runcingnya batu berdarah-darah…
 
setelahnya,
selalu datang seorang lelaki
menuntunnya dengan ramah
pergi dan pulang sholat berjamaah
setiap hari, setiap lima waktu
 
hingga suatu saat lelaki tua ingin sekali tahu siapa gerangan lelaki penolongnya itu karena ingin ia doakan atas kebajikannya selama ini
 
tapi kata lelaki muda
“Jangan sekali-kali kau doakan aku
dan jangan sekali-kali kau ingin tahu namaku karena aku adalah iblis”
 
sontak lelaki renta itu terkejut,
“Bagaimana mungkin engkau menuntunku ke masjid,
sedangkan dirimu menghalangi manusia untuk mengerjakan sholat?”
 
Iblis menjawab,
“Ingatkah dulu saat kau hendak sholat subuh berjamaah,
kau tersandung batu, lalu bongkahannya melukai wajahmu?
Pada saat itu aku mendengar ucapan Malaikat,
bahwa Allah telah mengampuni setengah dosamu.
Aku takut kalau engkau tersandung lagi, lalu Allah menghapuskan setengah dosamu yang lain.
Maka aku selalu menuntunmu ke masjid dan mengantarkanmu pulang.”
 
Lalu, saat tubuh itu merenta
makin menua dimakan usia datang seruan perang Qaddisiyah
 
Sang khalifah Umar mengumpulkan segenap lelaki dari seluruh penjuru negri.
terselip ia, berbaris bersama
ingin sekali ikut berperang di medan laga demi cita-cita mulia
 
Khalifah Umar melarangnya
bagaimana seorang buta lagi renta, akan ikut berperang?
bagaimana jika dia langsung celaka terkena tombak?
atau justru mencelakai temannya karena tak mampu mengenali sesiapa?
 
Tapi, lelaki tua itu bersikukuh,
“Tempatkan aku di  antara dua pasukan yang berperang
Aku akan membawa panji kemenangan
Aku akan memegangnya erat-erat untuk kalian.
Aku buta, karena itu aku pasti tak akan lari”
Khalifah, tak lagi mampu menghalangi
 
Lalu semuanya, berangkatlah lekaki tua itu ingin menepati janjinya dengan baju besi yang dikenakannya
dan bendera besar yang dibawanya
dia berjanji akan mengibarkannya senantiasa, atau mati terkapar di sampingnya
 
lewat pertempuran Qaddisiyah
Persia yang congak pun kalah tapi kemengangan itu tak murah
dibayar dengan nyawa ratusan syuhada
terselip di antara mereka
jenazah lelaki tua terkapar berlumuran darah
sambil memeluk erat sebuah bendera
sungguh, dia telah menepati janjinya
 
wahai lelaki mulia,
sesak dadaku membaca kisah hidupmu
menyungai sudut mataku mengenangmu
engkau buta, sebatangkara dan renta
tapi itu tak membuatmu pasrah dan diam
meski udzur telah membolehkanmu.
untuk tak kemana-mana, di rumah saja
 
Lalu, bagaimana dengan diriku ini?
aku masih muda,
aku bukan fuqara
aku tak buta jua
tak sebatangkara
tapi kenapa, sering sekali ada alasan mendera untuk tak bersegera?
 
Lelaki sepertimu, dengan segala keterbatasan terus mencari-cari alasan agar mampu mengambil peran
 
sedang aku, kita dengan segala kemudahan sering mencari-cari alasan agar boleh tak ikut berperan
 
Lalu, dengan apa akan kita buktikan bahwa kita ini Islam?

~Belajar darinya, Abdullah bin Ummi Maktum

You Might Also Like

0 comments

makasih ya udah baca :)
tambah makasih kalo mau kasih comment dibawah ini ^____^

Popular Posts

Featured post

Disclaimer

Sumber: di sini Saat kemarin membuka blog ini setelah 3 tahun 3 bulan 15 hari berlalu.. saya akhirnya mulai merapikan blog ini kembali ...

My Latest Vlog on Youtube

My latest post on instagram