Lingkaran sederhana

Saturday, May 31, 2014

Bismillahirrahmaanirrahiim...

“Ana bingung dengan jamaah ini, ana sudah jauh-jauh kuliah di luar negeri, tetap saja di sini disuruh masang bendera. Liqo ngomongnya hal-hal teknis terus.”
“Ana sering ikut kompetisi macem2, sering bentrok dengan jadwal liqo, jadi ya sekarang sudah jarang liqo.”
“Kalau weekend ana sering keluar kota karena ada acara lembaga, jadi ya sering bolos liqo. Toh sama aja kan..ana dakwah juga.”
“Ana ga cocok sama murobbi ana, temen2 liqo ana juga kayanya masih jauh di bawah ana, jadi ana agak kecewa dengan kondisi ini. Ana jadi males liqo, ga ada ruhnya!”

Pernah kah mendengar pernyataan2 seperti itu, kawan..? Atau kita juga pernah atau bahkan sering menyatakannya? Saya tidak sedang menilai apakah itu benar atau salah,hanya saja setelah berjalan hingga titik ini, ada banyak hal yang kemudian saya teguni kembali dan saya refleksikan terhadap keberadaan saya, dan atau kita, di sini.

Jika ada banyak hal yang harus saya syukuri, maka salah satunya adalah keberadaan saya di jamaah ini; sebuah jamaah yang membuat setiap hela nafas dan derap langkah saya terorientasi pada hal2 besar; sebuah nilai ukhrawi yang tak biasa; menuntun saya untuk berfikir, bertindak, memilih dan memutuskan banyak hal. Dan itu dimulai dengan satu hal kecil; halaqah sederhana, yang digelar dengan sabar oleh para murabbi, yang tak jenuh memberikan bimbingannya, yang tak jera menghadapi ‘bandelnya’ para a’dhonya, tempat melafal hafalan quran meski terbata, tempat dirajutnya ukhuwah penuh cinta, tempat saling menasihati atas namaNya. Dari titik sederhana itulah lompatan2 besar pada diri ini dimulai.

Namun seiring berjalannya waktu; semakin banyak capaian yang kita dapat, semakin tinggi prestasi yang kita capai, semakin tinggi ilmu yang kita raih, semakin banyak urusan yang harus kita selesaikan, kadang kita semakin mudah untuk membuat pembenaran2 untuk tak berada lagi di halaqah sederhana itu. Lalu kita berlalu lalang dalam kehidupan kita, menghabiskan banyak energi untuk meraih mimpi2 kita, tapi kadang kita lupa bahwa kita punya rumah yang akan terus menjadi ‘pagar’ agar kita tidak keluar dari jalan yang seharusnya, agar kita tidak terjebak dalam rutinitas yang ternyata ‘bukan itu yang kita cari’. Kita akan kelelahan mengejar sesuatu yang ternyata hanya merupakan ambisi kosong, dan bahkan kita gamang untuk menjawab untuk apa semua yang kita lakukan dan kita kejar ini.

Jika kita mulai tak tahu kemana orientasi kita, mulai kelelahan dengan cita2 yang kita kejar selama ini, duduklah sejenak. Berhentilah berlari dan mulailah evaluasi. Lihatlah sebentar bagaimana kita bisa menjadi seperti sekarang, lalu mengapa tak ada ruh yang menyertai setiap langkah kita kini. Aaah..mungkin rupanya kita telah kehilangan ‘barakah’ berkumpul bersama saudara2 seiman yang membuat kita terjaga, yang membuat kita kehujanan rahmat di sana, yang membuat Allah tersenyum dan memudahkan langkah kita, yang membuat Jibril datang pada Rasulullah dan memberitahunya bahwa Allah membanggakan mereka di depan para malaikat.

Jika halaqah belum seperti yang kita idealkan, bersabarlah..karena mungkin IA sedang menguji kita seberapa panjang nafas kita untuk bersama saudara2 kita seiman, karena bersabar itu tidak hanya untuk menghadapi musuh, tapi juga untuk membersamai saudara2 kita seperjalanan. Jika pendapat kita belum diterima, jika ilmu kita masih belum dimengerti, bersabarlah sambil terus melakukan pembuktian bahwa apa yang pikirkan ternyata memiliki maslahat yang besar. Bersabarlah dengan ketidakidealan sambil terus berupaya memperbaiki sisi-sisinya. Lalu kelak kita akan takjub mendapati kita semakin dewasa dan bijaksana menghadapi ketidakidealan apapun; karena ternyata Allah sedang mengajari kita untuk terus menjadi semakin baik setiap saat.

Ketika semua kader sibuk dengan dunianya sendiri (bahkan dengan alasan dakwah), maka rumah sederhana itu akan semakin sunyi. Tak ada lagi yang membina, tak ada lagi yang mencetak generasi2 unggulan, lalu tiba2 semua berkata ‘kami minim kader’ dan tak ada lagi yang melanjutkan estafet dakwah ini. Maka kesabaran dalam jamaah ini harus diiringi dengan semangat untuk menjadi murabbi hebat, dan a’dha yang taat.

Setinggi apapun pendidikan kita, sehebat apapun kemampuan kita, setinggi apapun jabatan kita di lembaga, sepenting apapun keberadaan kita..merendahlah..jangan terjebak dalam kesomobongan atas apa yang telah kita capai. Lalu temukanlah telaga rahmat dan keberkahan di rumah kita yang menyusup dalam tiap jenak kesadaran kita; di sebuah halaqah sederhana.

By : Ellita p. ODOJ RTM MITI

Semoga Allah tidak mencabut nikmat dakwah,nikmat ukhuwah dalam diri qt. Smg slalu istiqomah di jalan dakwah ini.

You Might Also Like

0 comments

makasih ya udah baca :)
tambah makasih kalo mau kasih comment dibawah ini ^____^

Popular Posts

Featured post

Disclaimer

Sumber: di sini Saat kemarin membuka blog ini setelah 3 tahun 3 bulan 15 hari berlalu.. saya akhirnya mulai merapikan blog ini kembali ...

My Latest Vlog on Youtube

My latest post on instagram