Ani Komariah

Wednesday, January 29, 2014

Cerita itu tentang Ani Komariah Sriwijaya, seorang ibu rumah tangga asli Boyolali tapi tinggal di bandung, lulusan ITB, yang pada 2006 lalu menggegerkan masyarakat karena membunuh ketiga anaknya yang masih kecil dengan cara membekap mereka dengan bantal sampai meninggal. Mungkin masih banyak yang ingat kasusnya. Banyak yang mengira bahwa alasan pembunuhan itu adalah karena Bu Ani depresi memikirkan masalah ekonomi dan mengkhawatirkan masa depan anaknya yang suram. Bu Ani kemudian diputus bebas oleh pengadilan dan diperintahkan untuk menjalani perawatan di Rumah Sakit Jiwa. Pak Faudzil Adhim kebetulan tergabung didalam tim psikologi yang memeriksa kondisi kejiwaan Bu Ani waktu itu, dan cerita latar belakang kenapa Bu Ani memutuskan untuk mengakhiri hidup anak2nya inilah yang mengundang kucuran airmata dan menegakkan bulu roma kami semua yang mendengarnya.

Bu Ani sendiri, boleh dibilang adalah potret sempurna dari keberadaan seorang anak. Dari kecil sampai lulus ITB, prestasi akademiknya selalu cemerlang. Pengalaman sosialnya juga bagus. Intinya, dari luar dia merupakan anak yang diidam-idamkan semua orangtua, titik. Ketika kemudian menikah dan menjadi seorang ibu, dia juga tidak beda dengan ibu-ibu lainnya yang sangat menyayangi anak-anaknya, segenap jiwa dan raga. Lantas kenapa dia sampai memutuskan mengakhiri hidup anak-anaknya sendiri?? Sebelum mengungkapkan alasan yang berhasil digali oleh tim psikologi yang memeriksanya, Pak Faudzil menggambarkan suasana siang itu, ketika Bu Ani melaksanakan niat yang sudah bulat diambilnya sejak beberapa waktu sebelumnya.

Siang itu si anak sulung Nadhif (6 tahun) baru pulang sekolah. Mungkin sekitar dhuhur, ketika sehabis sholat Bu Ani menyambut kedatangan si sulung dengan senyum dan pelukan sayang seperti biasa. Kemudian disiapkannya makan siang untuk Nadhif, ditemaninya si sulung makan siang bersama adiknya Faras (3 tahun, si anak tengah) . Si bungsu Umar (9 bulan) saat itu sedang tidur siang.
Sepanjang makan siang itu, Bu Ani lebih banyak mengelus rambut anak2 dan menciumi kepala mereka daripada hari-hari yang lain. Setelah selesai disuruhnya Nadhif dan Faras mandi. Sehabis mandi, mereka diberi pakaian yang nyaman dan dibedak seluruh tubuhnya sampai harum. Bu Ani kemudian menyuruh si sulung bermain di ruangan lain sementara dia mengantar si tengah tidur siang di kamar. (Aku tidak yakin yang mana diantara mereka yang lebih dulu diminta untuk tidur siang, tetapi kurang lebih begitu kejadiannya, satu anak diantar tidur siang dan yang lain bermain di luar kamar).

Bu Ani tak lupa mengajak si anak membaca doa sebelum tidur, bahkan dengan lembut menyanyikan beberapa lagu pengantar tidur yang diminta anaknya. Ketika kemudian dia yakin bahwa si anak sudah tertidur pulas, diambilnya bantal dan ditangkupkannya ke wajah anaknya tsb..kuat-kuat….lama.. cukup lama sampai nafas si anak berhenti…

Kemudian Bu Ani memanggil si anak lain yang sedang bermain di luar kamar. “Ayo, temani saudaramu tidur siang nak…” Dengan kelembutan dan kasih sayang yang sama diantarkannya si kecil ke hangatnya tidur siang dan mimpi yang indah… Dan Bu Ani sekali lagi mengambil bantal untuk ditangkupkan ke wajah si kecil… Si kecil pun kembali meregang nyawa tepat disamping saudara yang tanpa sepengetahuannya sudah lebih dulu meninggalkannya.

Dan terakhir, si bungsu Umar, yang masih bayi dan terlelap tidur pun, kemudian menyusul kedua kakaknya… meregang nyawa didalam pelukan Bu Ani…
Kisah diatas sangat mengerikan buat kita
semua, tentu saja… Tetapi kalau ada yang
lebih mengerikan adalah alasan Bu Ani
melakukannya. Kalau melihat latar belakang
pendidikannya, tentu hal seperti ini kurang
masuk akal. Seharusnya Bu Ani sebagai seseorang yang berpendidikan tinggi, lebih bisa mengatasi tekanan mental maupun emosi
didalam dirinya. Tetapi apa yang dialaminya
(seperti yang diceritakan oleh Pak Fauzdil di PSC) ternyata memang sangat besar, jauh
lebih besar daripada yang kami semua kira.
Setelah melewati penggalian yang lama dan dalam oleh tim psikologi, terungkap alasan sebenarnya dibalik keputusan Bu Ani…
Ani Komariah, dari luar memang potret anak
yang sempurna. Tetapi sangat ironis dan
dramatis, kecemerlangan dirinya dihadapan semua orang, ternyata tidak bisa dilihat oleh
si Ani terpancar keluar dari mata ibu kandungnya sendiri. Ibunda dari Ani,
diceritakan tidak pernah merasa puas dengan apapun yang dicapai oleh putrinya. Dan sang Ibu adalah tipe wanita yang SANGAT PENGOMEL!! Sekeras apapun Ani berusaha
memberikan yang terbaik dalam hidupnya, tetap saja yang dia dapat ketika pulang adalah omelan tidak puas dari ibunya. Sebanyak apapun nilai A yang dia dapat, begitu berhadapan dengan ibunya langsung menjadi tidak berarti karena akan selalu dibandingkan dengan prestasi teman lain yang nilai A nya
lebih banyak. Setinggi apapun prestasi yang
dicapai Ani, yang dilihat sang Ibu adalah
orang lain yang berprestasi lebih tinggi lagi.
Omelan demi omelan tanda ketidakpuasan,
sepertinya hanya itu yang Ani dapat selama
dia tumbuh dewasa. Dan itu merupakan
sebuah luka yang besar yang kemudian
berurat akar dalam dirinya.
Ketika Ani menikah serta melahirkan ketiga
anak-anaknya, omelan-omalen tak puas dari
sang ibu bahkan sama sekali bukanlah yang
terburuk yang bisa terjadi…
Selama mendidik putra-putrinya, pelan-pelan Ani belajar dan menyadari bahwa kebiasaan ibunya mendidik dia dulu, tanpa sadar seringkali dilakukannya pada anak-anaknya.
Sekeras apapun niatnya untuk bertekad tidak mau meniru cara mendidik ibunya yang
penuh omelan tak puas itu, tetapi sesering itu
juga tanpa disadarinya, itu terjadi… Anaknya
tumbuh dg omelan yang (walaupun tidak sebanyak dirinya, tetapi) mirip dengan yang selalu diterimanya dulu dari sang ibu… Ani kemudian belajar dan menemukan bahwa
luka yang ditorehkan sang ibu didalam hidupnya, tak mungkin terhapuskan… Lebih
buruk lagi, kemudian dia memutuskan bahwa
luka itu menular,menurun dan melukai anak-anaknya juga… Luka yang kali ini dia
timbulkan sendiri…. Dia torehkan tanpa sadar kedalam hidup anak-anak yang dicintainya…
Luka yang menyebar dengan kuat, bahkan
tekad bulatnya yang kuat untuk menjadi ibu
yang baik pun, tak kuasa menghentikannya…
Sebagai seorang ibu, Ani merasa bahwa dia
adalah ibu yang sudah terlanjur terlaknat. Terlaknat oleh luka dan kebiasaan buruk tak tersembuhkan yang sudah kadung ditorehkan ibunya dulu. Dan lebih buruk lagi, sekarang, tanpa dia sadari dan bisa hentikan, dia akan
mencetak 3 calon orangtua yang terlaknat
juga, yaitu anak-anaknya. Ani merasa nanti ketika anak2nya sudah menjadi orangtua, tanpa sadar mereka pasti akan mewarisi caranya memperlakukan anak-anak, sekeras apapun mereka mungkin akan mencoba menghentikannya. Tak terbayangkan oleh Ani nasib cucu dan keturunannya, kalau luka ini akan terus
menjalar turun kepada keturunannya. Kalau
omelan-omelan jahanam itu akan terus
menelan korban, melukai hidup banyak orang karena tidak bisa dihentikan penularannya. Melukai banyak orang yang kemudian hanya
akan berakhir sama, menjadi penyebar dan
pembawa kebiasaan terkutuk itu… Konon, Bu Ani masih mengakui betapa cintanya dia pada sang bunda… Tetapi pada
akhirnya, sebagai seorang ibu yang juga
sangat mencintai Nadhif, Faras dan Umar, Bu Ani memutuskan bahwa dia tidak sanggup lagi mencintai anak-anaknya… Tidak dengan cara seperti itu…
***
Aku tidak tahu dengan Anda pembaca sekalian, tetapi aku pribadi sering sekali merasa, ketika memperlakukan anak-anak, aku sering merasa takjub. Takjub karena ternyata
dalam beberapa hal, caraku memperlakukan
anak-anak mirip bahkan persis dengan perlakuan orangtuaku ketika aku kecil. Dan
anehnya, perasaan takjub ini biasanya muncul justru ketika aku SUDAH SELESAI
melakukannya. Itu artinya memang perlakuan itu tadi kulakukan TANPA KUSADARI sebelumnya. Keputusan memperlakukan anak-
anak seperti itu, seperti sudah otomatis termainkan dalam otakku, programnya seperti sudah terinstall sejak dulu, di detik yang sama ketika orangtuaku memperlakukannya
kepadaku.

Ya Allah pemilik hatiku… Aku mohon kepadaMu…
Tuntunlah aku, lindungilah aku supaya aku hanya mewariskan segala sesuatu yang Engkau sukai kepada anak cucu dan segenap keturunanku… *aminnn* T_T

You Might Also Like

2 comments

  1. Kisahnya trenyuh dan banyak pelajaran yang bisa diambil.

    Tapi maaf sebelumnya, bisa dilampirkan link asli artikel ini.? Karena saya browse tidak menemukannya kecuali di blog pribadi, yang menurut saya realibility atau keakuratan cerita ini masih dipertanyakan.

    Terima kasih,

    ReplyDelete
  2. http://nostalgia.tabloidnova.com/articles.asp?id=11860

    ReplyDelete

makasih ya udah baca :)
tambah makasih kalo mau kasih comment dibawah ini ^____^

Popular Posts

Featured post

Disclaimer

Sumber: di sini Saat kemarin membuka blog ini setelah 3 tahun 3 bulan 15 hari berlalu.. saya akhirnya mulai merapikan blog ini kembali ...

My Latest Vlog on Youtube

My latest post on instagram