Menjaga Niat dalam Ber-ODOJ.

Friday, January 03, 2014

Sebetulnya saya ingin menulis note kecil ini sejak dua minggu yang lalu, namun karena waktu yang sempit dan penuh dengan syuro demi syuro di beberapa grup watsap, akhirnya baru bisa terluangkan sekarang.
Beberapa pertanyaan acap ditemukan di beberapa grup ODOJ (One Day One Juz), terutama berkaitan dengan bagaimana kita menjaga niat agar tak sia2 amal baik tilawah satu juz per hari ini. Betapa merugi jika karena niat yang tidak lurus, kemudian kita termasuk ke dalam golongan yang Allah sebutkan dalam Surah al-Kahfi 103-104: “Yaitu orang-orang yang SIA-SIA PERBUATANNYA dalam kehidupan dunia SEDANG MEREKA MENGIRA MEREKA TELAH MENGERJAKAN PEKERJAAN YANG BAIK”
 
 
Mungkin karena kehati2an itulah kemudian ada sedikit orang mengatakan bahwa bergabung dalam  ODOJ akan mengontaminasi niat karena amal2 kita ditunjukan kepada orang lain dengan melaporkan rilis tilawah harian. Khawatir niat tak lurus jika amal kita diketahui orang lain.
 
Rekan2, Niat ini menjadi penting memang. Sebegitu pentingnya hingga amal yang tidak lurus diniatkan karena Ridha-Nya semata2, tidak akan diterima. Justru disitulah esensi niat, ia menjadi pembeda dari dua amal yang sama.
 
Saya teringat dengan pembedahan dari kacamata sufistik mengenai niat, (dan tentu saja rekan2 boleh berbeda pandangan), sebagaimana dibedah oleh Syaikh Abdurrahman Shiddiq al-Banjari, seorang mufti Kerajaan Indragiri di Riau yang  terkenal hingga ke Makkah sana, murid2nya tersebar hingga ke Singapura dan Malaysia.
Mirip2 dengan Kitab al-Hikam karya Syaikh Ibnu Atha’illah Assakandary, ketika membahas masalah ikhlash, Syaikh Abdurrahman Shiddiq mengatakan bahwa niat ikhlas itu akan menjaga kita dari penyakit hati semacam riya, ‘ujub, dan sum’ah.
 
Riya, menurut beliau, terbagi dua, yaitu riya jali (yang nyata) dan riya khafi (yang tersembunyi). Riya jali adalah seseorang beramal di hadapan  orang lain, tetapi apabila ia sendirian (tidak diketahui orang lain) amalan itu tidak dikerjakannya. Sederhananya ini riya yang nyata. Sedangkan riya khafi  ialah riya yang tersembunyi, riya yang samar2, yaitu seseorang beramal, baik ketika di hadapan orang lain ataupun tidak, tetapi hatinya cenderung merasa senang jika orang lain berada di hadapannya. Sedemikian mendalam pandangan tasawuf ini dalam menjaga keikhlasan, sampai2 jika di dalam hati seseorang cenderung  ada  kesenangan jika orang lain mengetahui amal2 baik yg dilakukan ketika sendirian itu, ia terkategori sebagai riya khafi.
Ikhwah, sejauh ini mari kita berkaca: apakah tilawah kita karena diketahui oleh orang lain kemudian kita ibadah, atau karena Allah semata2? Jika kita tilawah hanya karena diketahui oleh teman2 grup, barangkali kita perlu mengambil tissue iman, lalu mengelap hati kita agar niat kembali suci. Bukankah setan dapat menelusup halus ke dalam bagian hati kita hingga nyaris tidak tidak sadari? Nastaghfirullah.. wa natubu ilaih..
 

 
Berikutnya, kata Tuan Guru Syaikh Abdurrahman, panggilan ihtiram kepada beliau, ikhlash akan membersihkan diri kita dari ‘ujub. Beliau mendefinisikan ujub sebagai kondisi hati dimana seseorang merasa kagum atas kepandaian dan kehebatannya. Misalnya, seorang ‘abid (ahli ibadah) merasa kagum dengan ibadahnya, atau seorang alim merasa kagum dengan ilmunya. Atau, dalam konteks ODOJ, seorang pembaca al-Quran merasa kagum akan tilawah hariannya.
 
Mari kita ambil cermin kembali ikhwah, kita lihat adakah debu ujub itu mengotori hati? Jangan2 ada di antara kita merasa bangga dengan ibadahnya atas tilawah2 ini. Jangan2 ada yang berbangga2 dengan amalnya kemudian merasa sudah dekat dengan Allah krn tilawah satu juz per hari? Mari kita fahami bahwa tilawah satu juz per hari itu sebetulnya merupakan limit minimal yang disebutkan Nabi, jika masih mampu boleh khatam dalam 20 hari, 10 hari, bahkan lima hari. Jadi apa yang akan kita banggakan dengan tilawah yang sebetulnya merupakan ‘batas minimal’ itu hingga kemudian merasa sudah dekat dgn Allah? Coba lihat sya’ir Imam Syafii sebelum wafatnya, beliau katakan : “Ketika qalbuku membatu, dan jalan2 seakan buntu.. kujadikan harapan atas ampunan-Mu wahai Rabbku sebagai tangga peniti.. Nampak begitu besar dosaku...”bayangkan seorang ulama besar seperti Imam Syafii (semoga Allah memasukkannya ke dalam surga), merasa dosa2nya begitu besar.. adalah ironis jika kita merasa dekat dgn Allah hanya krn tilawah yang sebetulnya minimal... padahal imam syafii konon khatam 60x jika tiba bulan Ramadhan..
 
Atau jangan2 sifat ujub mengotori hati kita. Berbangga diri setelah lapor ‘khalash’ paling awal, merasa bangga karena ikut grup ODOJ awaaluun dengan angka grup yang kecil, padahal tdk ada jaminan yang gabung di awal2 lebih shalih dari yang kemudian..  Merasa bangga hati sdh mengadmini sekian grup, merasa bangga dan sdh dekat dengan Allah ketika bergabung sbg pengurus ODOJ.. nastaghfiruKa ya Allah.. luruskan niat kami dan bimbinglah hati kami...
 

 
Dan, rekan2, Syaikh Abdurrahman katakan bahwa Ikhlash akan menjauhkan kita dari Sum’ah. Sum’ah menurut beliau, ialah seseorang beramal dalam kesendirian, kemudian dia mengabarkannya kepada orang lain, dengan tujuan agar mendapatkan kebesaran diri atau kebajikan dari mereka. Seseorang beramal dalam kesendirian, kemudian menceritakan amal nya itu untuk mendapatkan pujian manusia..
 
Ikhwah fillah, mari kembali bercermin, apakah  laporan ‘khalash’ kita adalah karena kita ingin berbagi semangat, motivasi dan inspirasi, atau jangan2 setan menelusup halus hingga niat kita kembali tak lurus: lapor khalash karena ingin berbesar2 diri di depan rekan2 satu grup..  astaghfirullah a’l-‘azhiim...
Lalu harus bagaimana?
Tapi rekan2, ada satu hal yang perlu kita tahu: komunitas ODOJ ini adalah perkumpulan kebaikan. Kita merasakan bagaimana kita lebih semangat ketika berkumpul dengan orang2 baik.  jika kita yakin bahwa ODOJ adalah komunitas kebaikan, dan kita bertaubat bersama teman2 kita sesama Muslim disini, tetaplah disini. tugas kita adalah meluruskan niat, bukan keluar dari komunitas baik ini.
“Maka tetaplah kamu pada jalan yg benar,sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) org yg telah taubat BESERTA KAMU, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yg kamu kerjakan.(QS.Huud: 112)
 
Mari tetap dalam komunitas baik ini, tugas kita adalah meluruskan niat, bukan meninggalkan amal. Ketika kita melaporkan ‘khalash’, jaga niat kita bahwa hal tersebut adalah utk berbagi semangat, utk berbagi inspirasi, untuk bersama2 meniti kebaikan bersama saudara2 Muslim kita. Ad-dallu ‘ala khairi kafa’ilihi..  Sesiapa mengajak pada kebaikan akan dapat pahala sebagaimana orang yang berbuat baik.
 
Mari sejenak kita lihat surah al-Baqarah 271:
 
"Jika kamu menampakkan sedekah (mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu .. "(QS. Al-Baqarah: 271).
 
Ketika menafsirkan ayat ini, Ibnu Katsir berkata: Ayat di atas adalah dalil yang menjelaskan bahwa dirahasiakannya shadaqah lebih afdhal daripada ditampakkan, sebab dia lebih jauh dari riya’, KECUALI jika ada KEMASLAHATAN yang lebih kuat, seperti adanya orang lain yang MENGIKUTI perbuatannya, maka dia LEBIH BAIK dilihat dari sisi ini, jika tidak, maka yang lebih baik adalah merahasiakannya”.
 
Amalan-amalan itu menjadi baik diceritakan ketika diniatkan untuk berbagi cahaya dalam nuansa nasihat kebaikan dan kesabaran, tetapi menjadi  buruk jika diniatkan untuk sekadar mendapatkan pujian. Bahkan rekan2, seorang yang kisah pertaubatannya sangat menginspirasi, yakni  Fudhail bin 'Iyadh, (semoga Allah menyayanginya) mengingatkan kita dengan berkata: “Meninggalkan amal karena manusia adalah riya', sedangkan beramal karena manusia adalah syirik. Dan ikhlas adalah apabila Allah menyelamatkanmu dari keduanya."
 
Jadi, Tugas kita adalah meluruskan niat, bukan meninggalkan amal.
 
Semoga Allah menjaga kita agar tetap pada keikhlasan, tetap lurus niat. Sehingga tdk termasuk ke dalam orang2 yang disebutkan dalam ayat di atas tadi:
 
 “Yaitu orang-orang yang SIA-SIA PERBUATANNYA dalam kehidupan dunia SEDANG MEREKA MENGIRA MEREKA TELAH MENGERJAKAN PEKERJAAN YANG BAIK” (Qs. al-Kahfi 103-104)
Nastaghfirullah...
 
Wallahu a’lam
 
----
Abu Zafran
@mistersigit
Diteruskan oleh:
@na_stars

You Might Also Like

0 comments

makasih ya udah baca :)
tambah makasih kalo mau kasih comment dibawah ini ^____^

Popular Posts

Featured post

Disclaimer

Sumber: di sini Saat kemarin membuka blog ini setelah 3 tahun 3 bulan 15 hari berlalu.. saya akhirnya mulai merapikan blog ini kembali ...

My Latest Vlog on Youtube

My latest post on instagram